Disdikbud Kukar Buka Jalur Domisili dalam Tahapan Kedua Penerimaan Peserta Didik Baru

Korsa.id, Tenggarong – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) saat ini tengah melaksanakan tahapan kedua Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang dibuka melalui jalur domisili.
Plt. Kabid Pendidikan SMP Disdikbud Kukar, Emy Rosana Saleh, menjelaskan bahwa sebelumnya telah dilaksanakan tahap pertama SPMB yang mencakup jalur afirmasi, mutasi, dan prestasi.
Ia mengatakan, jalur prestasi sendiri dibagi menjadi dua kategori, yaitu akademik dan non-akademik. Proses pendaftaran pada tahap pertama berlangsung dari tanggal 10 hingga 13 Juni 2025, dengan pengumuman hasil seleksi pada 14 Juni. Para peserta yang lolos kemudian mengikuti daftar ulang pada 16–17 Juni 2025.
“Sekarang ini kita masuk ke tahap kedua, yaitu jalur domisili. Pelaksanaannya dimulai sejak Rabu sampai Jumat, tanggal 18 sampai 20 Juni. Hasil seleksi jalur ini akan diumumkan pada 21 Juni, dan daftar ulang dijadwalkan pada 1 hingga 2 Juli 2025,” ujar pada Jumat (20/06/2025).
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa terdapat perubahan regulasi dibandingkan tahun sebelumnya. Istilah “jalur zonasi” kini diganti menjadi “jalur domisili”, namun secara prinsip tidak jauh berbeda.
“Hanya saja, tahun ini sekolah diberikan keleluasaan sebesar 10 persen untuk mengalokasikan kuota tambahan ke jalur yang dinilai paling membutuhkan,” ungkapnya.
Emy juga menyoroti pentingnya jalur afirmasi bagi penyandang disabilitas dan siswa dari keluarga kurang mampu. Jalur ini menyediakan kuota hingga 20 persen, meskipun tidak selalu terpenuhi karena keterbatasan jumlah siswa yang memenuhi syarat.
“Salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah minimnya informasi yang diterima oleh orang tua siswa. Banyak yang tidak mengetahui bahwa ada jalur afirmasi bagi anak-anak penyandang disabilitas dan kurang mampu. Akhirnya mereka malah mendaftar lewat jalur domisili,” jelasnya.
Ia menambahkan, untuk siswa penyandang disabilitas, selain persyaratan umum seperti Kartu Keluarga dan nilai rapor, wajib menyertakan surat keterangan dari psikolog atau dokter yang menyatakan bahwa anak tersebut berkebutuhan khusus. Dengan dokumen ini, sekolah tidak boleh menolak pendaftar.
“Pendidikan inklusif adalah hak semua anak. Sekolah wajib menerima mereka,” tegasnya.
Sementara itu, bagi siswa dari keluarga tidak mampu, syarat yang membedakan adalah kepemilikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau bukti pernah menerima bantuan Program Indonesia Pintar (PIP). Jika tidak memiliki keduanya, Disdikbud juga melihat kondisi rumah tangga berdasarkan data Kartu Keluarga, seperti status anak yatim atau piatu yang juga diprioritaskan dalam jalur afirmasi.
Emy menuturkan adanya kasus seorang siswa yang tidak mendaftar karena merasa tidak mampu secara ekonomi. Setelah diketahui oleh guru SD-nya terdahulu, kasus tersebut dilaporkan ke Disdikbud dan segera difasilitasi meski saat itu jalur afirmasi telah ditutup.
“Kami tetap bantu. Cukup kirimkan dokumentasi kondisi rumah, dan kami arahkan ke sekolah terdekat. Kami pastikan tidak ada anak yang tertinggal dalam mendapatkan pendidikan,” pungkasnya.(Adv)