Diskominfo KukarKutai Kartanegara

Festival Budaya Nutuk Beham Diharapkan Terus Lestari dan Menjadi Simbol Kearifan Lokal Kutai Adat Lawas

Korsa.id, Tenggarong – Festival Budaya Kutai Adat Lawas Nutuk Beham menjadi momentum penting dalam menjaga dan melestarikan budaya tradisional masyarakat Kutai Adat Lawas. Kegiatan ini pun mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah.

Nutuk Beham telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda milik Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), khususnya di Desa Kedang Ipil, oleh pemerintah pusat.

“Penghargaan ini memperkuat eksistensi budaya Kutai Adat Lawas, sekaligus menjadi motivasi bagi masyarakat untuk terus melestarikannya,” ujar Kepala Desa (Kades) Kedang Ipil Kuspawansah, Jumat (9/5/2025).

Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar yang secara konsisten memberikan pembinaan dan dukungan pendanaan dalam pengembangan tradisi di Gedang Ipil.

Apresiasi juga disampaikan kepada Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IV (Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara) yang telah mendukung komunitas Kutai Adat Lawas Sumbing Layang sejak tahun lalu.

Disampaikannya, masyarakat Kedang Ipil telah mengidentifikasi diri sebagai bagian dari Komunitas Kutai Adat Lawas Sumping Layang yang saat ini sedang dalam proses mendapatkan pengakuan resmi dari Pemkan Kukar sebagai masyarakat hukum adat. Kades mengimbau masyarakat untuk bersabar menantikan keputusan tersebut.

Sebagai bagian dari proses pengakuan ini, Nutuk Beham juga pernah menjadi momen penting di mana tim teknis dari Kukar melakukan verifikasi lapangan.

“Proses ini masih berlangsung, dan semua pihak diminta untuk menjaga agar tidak timbul persoalan hukum dalam penetapan komunitas ini sebagai masyarakat hukum adat,” jelasnya.

Kades juga mendorong keterlibatan perusahaan yang berada di wilayah Kedang Ipil agar turut mendukung keberadaan masyarakat hukum adat. Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014, keberadaan perusahaan tidak menjadi masalah selama tidak ada konflik, kecuali jika wilayah tersebut nantinya ditetapkan sebagai hutan adat.

Festival Budaya Nutuk Beham bertujuan utama untuk mempererat kebersamaan, kekeluargaan, dan keharmonisan masyarakat. Festival tahunan ini dirayakan dengan suka cita sebagai bagian dari tradisi masyarakat yang masih memelihara praktik bertani dan menanam padi ladang.

“Padi ini diolah menjadi beras beham, yang hanya boleh dinikmati setelah ritual adat selesai dilakukan,” tambahnya.

Salah satu kepercayaan unik yang diwariskan turun-temurun adalah larangan bagi orang dewasa memakan beras baham sebelum ritual selesai. Konon, jika dilanggar, orang tersebut harus bertelanjang seperti anak kecil, lelucon tradisional yang menunjukkan betapa sakralnya prosesi adat ini.

Festival ini juga memberikan dampak positif terhadap ekonomi masyarakat, khususnya bagi para pelaku usaha kecil yang berjualan selama kegiatan berlangsung. Berbagai pihak ikut berkontribusi, termasuk sponsor, perusahaan seperti PT KSM, dan dukungan dana desa melalui ADD (Anggaran Dana Desa).

“Namun, yang paling besar adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk tenaga, material, dan semangat gotong royong,” lanjutnya.

Kades menyampaikan terima kasih kepada Lembaga Adat Desa Kedang Ipil yang terus menjaga konsistensi dalam merawat budaya dan tradisi.

“Harapannya upaya regenerasi pelaku adat dan ritual terus didorong agar warisan budaya ini dapat terus hidup di masa mendatang. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan juga telah memberikan ruang bagi pelaku adat muda untuk terlibat dan belajar,” pungkasnya.(adv/dr/ly)

Baca Juga

Back to top button